Selamat Datang

Selamat Datang (Sugeng Rawuh) di Blog Pribadi Saya

Rabu, 15 Desember 2010

ISLAM, AJARAN PROGRESIF

Sekilas, judul tulisan ini terkesan kontradiktif dengan beberapa ajaran pokok ahklaq islam seperti tawakkal, sabar, syukur, Qonaah dan lain lain. Banyak umat islam menginterpretasi ajaran ajaran tersebut dengan konotasi yang pasif, padahal makna hakikinya tidak demikian.
Tawakkal Artinya menyerahkan hasil usaha maksimal pada ketetapan Tuhan, dan bukan pasrah pada nasib tanpa berikhtiar. Sabar tidak berarti diam menunggu pertolongan, tetapi tekun berusaha mengatasi kesulitan dengan tetap berpegang teguh pada ajaran Tuhan. Syukur tidak berarti berpuas diri atas suatu prestasi atau kenikmatan, Tetapi mengelola dan menggunakan nikmat itu sesuai dengan maksud pemberiannya. Demikian pula Qona’ah bukan berarti sikap menerima yang pasif, tetapi lebih bemakna pengendalian terhadap keserakahan (syarh) yang cendrung mengabaikan tata nilai. Dengan pemaknaan seperti itu, maka beberapa ajaran islam yang sering di persepsi dapat melahirkan sikap pasif dan pasrah (fatalis), sesungguhnya justru memotivasi ummatnya agar selalu dinamik bahkan progresif.
Di dalam kamus Oxford, istilah Progressive diartikan dengan “Selalu bergerak ke depan” dan “Meningkat secara cepat mencapai taraf yang lebih tinggi atau kualifikasi yang lebih baik”.
Jika demikian pengertiannya, maka seorang (Komunitas) muslim yang baik seharusnya selalu berkembang dan meningkat kualitas dirinya, serta terus menerus melahirkan prestasi prestasi bagus di sepanjang perjalanan hidupannya.
Ummat islam seharusnya menjadi ummat unggulan dan selalu menjadi pionir perdaban di tengah tengah masyarakat dunia, seperti dinyatakan oleh Tuhan (Qs, 3:110) “Kalian adalah ummat terbaik yang ditampilkan untuk (Menjadi pelopor peradaban bagi) Manusia”
Predikat dan posisi sebagai komunitas terbaik pernah diraih oleh generasi generasi awal sampai generasi pertengahan ummat islam. Akan tetapi pada generasi generasi akhir ini kebanyakan komunitas muslim justru tertinggal bila dibandingkan dengan ummat ummat lain (Utamanya dalam bidang ilmu pengetahuan, teknologi, moral, produktivitas, bahkan dalam hal kualitas hidup secara umum).
Syekh Thanthowi Jauhary (1345H) berpendapat bahwa diantara factor penyebab ketinggalan ummat islam itu adalah lemahnya persatuan (dla’ful ittihaad) dan lemahnya semangat belajar (dla’ful ilmi) Oleh karnanya dalam sebuah risalah berjudul “Al-Qur’an wal ‘Uluum al ‘ashriyah, khithaab ilaa jami’ al muslimin” beliau menyeru kepada ummat islam agar memperkuat jalinan persaudaraan dan meningkatkan semangat ilmiahnya.
Selain kedua faktor tadi, kebanyakan ‘Ulama melakukan eksploitasi terhadap Al-qu’an hanya dari aspek ‘aqidah akhlaq dan hukum (syariah) saja. Padahal ayat ayat yang menuntut manusia agar manusia mempelajari ilmu ilmu tentang alam semesta ini jauh lebih banyak. Tuhan berkali kali menyuruh manusia agar melakukan observasi, penelitian, pengamatan, dan pemikiran terhadap mahluk mahluk ciptaanNya, baik yang hidup maumpun yang tak hidup, yang tersebar di daratan, di lautan, di dalam perut bumi, sampai yang bertebaran diluar angkasa.
Tidak kurang dari 750 ayat di dalam Al-quran membahas tentang ekplorasi ilmiah terhadap alam raya ciptaan tuhan ini, sementara yang membahas tentang hukum syari’ah tidak lebih dari 150 ayat saja. Artinya, Tuhan lebih banyak menyuruh manusia mengembangkan nalar ilmiah kreatifnya dari pada hanya memperdebatkan masalah masalah hukum yang sudah jelas di atur oleh Tuhan sendiri.
Tentu bukan berarti masalah syariah tidak penting, bahkan mempelajari aturan aturan syariat agama merupakan kewajiban individual (fardlu ‘ain) paling mendasar bagi setiap seorang beriman, terutama yang berkaitan dengan kesempurnaan ibadah ritualnya kepada Tuhan.
Di dalam masalah syar’I ini pun, ternyata Tuhan memberi peluang kepada manusia untuk berkreasi (berijtihad) khusus nya menyangkut hal hal yang belum di atur secara pasti (qath’iy). Seperti penetapan hukum terhadap permasalahan yang berkaitan dengan perkembangan budaya maupun teknologi, yang tentunya memerlukan kajian dan ijtihad yang terus menerus seiring dengan dinamika dan perubahannya. Dengan demikian, syariat islam ini hakikatnya adalah tatanan hidup yang selalu dinamik sesuai dengan perkembangan peradaban manusia.
Dengan merespon perintah perintah Tuhan secara tepat dan Proporsional, maka seorang/masyarakat muslim mestinya memiliki semangat ilmiah yang tinggi tdak pernah kering dari gagasan gagasan kreatif dan inovatif di sepanjang penjelajahan keilmuannya. Karakter yang selalu berfikir dan terus mengembangkan nalar kreatifitas ilmiah yang akan menjadikan mereka sebagai manusia progresif, vang sesuai dengan tuntutan agamanya.
Sangat banyak ayat ayat Al-Qur’an maupun sunnah rasul yang mengajarkan sikap dan gaya hidup progresif bagi ummatnya. Ajaran ajaran tersebut bahkan di contohkan dengan sangat baik oleh sang pembawa risalah (Rasulullah Saw ) dan di praktekkan pula oleh generasi generasi awal ummat islam khususnya para sahabat Rasul. Beberapa contohnya dapat dipaparkan dalam uraian beikut.
Didalam Al-Qur’an (QS 94:7) Tuhan mengingatkan kepada RasulNya”Apabila engkau telah menyelesaikan (suatu urusan), maka segeralah bersiap untuk mengerjakan (urusan) yang lain”. Artinya bahwa seorang Rosul tidak boleh cepat berpuas diri dengan sebuah prestasi atau keberhasilan, tetapi harus terus menerus mengembangkan kebrhasilan itu sampai batas maksimal kemampuan manusiawinya. Perintah ini juga berlaku bagi seluruh ummat islam, bahwa apabila mereka telah menyelesaikan suatu pekerjaan dan membuat sebuah prestasi, maka hendaknya segera bersiap siap untuk melakukan pekrjaan yang lain
Serta membuat prestasi yang lebih baik lagi.
Pada bagian yang lain (QS 59: 18) Tuhan memerintahkan kepada orang beriman”Hai orang orang yang beriman, bertaqwalah kalian kepada Allah, dan hendaknya setiap orang memperhatikan (mengevaluasi) apa yang telah dilakukan untuk mempersiapkan hari esok nya”. Artinya bahwa setiap orang beriman dianjurkan untuk selalu melakukan evaluasi terhadap segala aktifitas dan prestasi yang telah lewat untuk mempersiapkan hari esok yang lebih baik. Setiap momentum perjalanan waktu tidak boleh terlewatkan tampa arti, sehingga umurnya termanfaatkan untuk hal hal yang maslahaat dan Produktif.
Rosulluloh pernah mengingatkan ummatnya, bahwa orang yang beruntung itu adalah mereka yang prestasi hidupnya hari ini lebih baik dari hari kemarin, dan besok akan lebih baik lagi dari hari ini. Sedangkan orang yang prestasi hidupnya tidak pernah meningkat dari sebelumnya (meskipun tidak menurun) maka dia termasuk merugi. Dan kalau prestasi seseorang semakin hari semakin menurun, berarti dia termasuk orang yang celaka. Berarti islam mengajarkan, dalam hidup ini hanya ada satu jalan untuk meraih kesuksesan yaitu terus bergerak maju ke depan, tidak boleh ada kata berhenti dalam membuat prestasi.
Mengukir prestasi dan melakukan perbuatan baik tidak sekedar diperitahkan, namun dianjurkan untuk disegerakan, bahkan kalau perlu di diperlombakan. Paling tidak dua kali Tuhan memerintahkan dengan dua kalimat yang sama, agar manusia berpacu (saling beradu cepat) dalam melakukan amal kebaikan (QS 2:148; dan QS 5:48) “Maka saling beradu cepatlah kalian dalam (memperbanyak) amal kebajikan”. Melalui kedua potongan ayat tersebut, Tuhan benar benar menghendaki agar orang mukmin bersikap progresif, tidak lengah dan tidak cepat berpuas diri yang menyebabkan mereka terpuruk dan tertinggal dari ummat lain.
Gaya hidup progresif akan memunculkan sikap optimis, etos kerja tinggi, serta sangat perduli pada sesama, sehingga ringan tangan untuk menolong kesulitan orang lain. Dalam menginfaqkan hartanya sering kali lebih mengutamakan orang lain daripada dirinya sendiri atau keluarganya (itsaar). Sikap inilah yang telah dicontohkan oleh Rasulluloh, dan kemudian banyak ditiru oleh para sahabat beliau seperti : Abu bakar, Umar bin khottob, Abdurrahman bin auf, dan lainnya
Salah satu contoh ideal dalam hal kedermawanan ini adalah Abdurrahman bin auf. Beliau adalah pelopor sahabat yang berhijrah dari makkah ke madinah untuk Allah dan RasulNya. Ketika sampai di kota madinah , Abdurrahman bin auf dipersaudarakan oleh Rasulluloh dengan sahabat anshor bernama Sa’ad bin rabi’.
Pada suatu hari Sa’ad bin rabi’ menawarkan separo dari harta kekayaan nya untuk diberikan kepadas Abdurrahman, namun dia lebih memilih kerja keras sendiri dan tidak ingin menggantungkan diri kepada orang lain. Dengan tidak mengurangi rasa hormat atas tawaran saudaranya itu dia menjawab “semoga Allah melimpahkan berkahnya kepadamu wahai saudaraku, juga kepada keluargamu serta hartamu. Saya hanya minta tolong agar saudara menunjukkan dimana letak pasar di kota madinah ini.
Setelah sa’at menunjukkan lokasi pasar maka mulailah Abdurrahman berdagang dengan sedikit modal yang ia bawa dari Makkah. Berkat ketekunan dan kerja kerasnya, disertai dengan kehusyu’an ibadah dan doa Rasulluloh kepadanya, maka dalam waktu yang tidak lama Abdurrahman bin Auf telah menjadi pedagang yang sukses dengan kekayaan yang berlimpah. Dengan kekayaanya itu dia menjadi salah seorang sahabat paling dermawan di kota Madinah, dan selalu menjadi donatur terbesar dalam setiap perjuangan Rasullulah.
Ketika menghadapi perang tabuk, Rasullulah memerlukan dana besar dan jumlah pasukan yang banyak. Abdurrahman Bin Auf langsung merespon dan ber infaq sebanyak dua ratus Uqiyah Emas. Maka umar bin khattab Berbisik pada Rasulullah “Sepertinya Abdurrahman berdosa, karena tidak meninggalkan uang belanja sedikitpun untuk istri/keluarganya”
Rasul lalu bertanya kepada Abdurrahman “apakah kau tinggalkan uang belanja untuk istrikmu…?
Dia menjawab ada!, mereka telah saya tinggali lebih banyak dan lebih baik dari yang saya sumbangkan ini”.
Rasul bertanya lagi Berapa…?” dia menjawab “sebanyak rizki, kebaikan dan upah yang dijanjikan oleh Allah”
Jawaban Abdurrahman ini tentu bukan sekedar memasrahkan kebutuhan keluarga pada Tuhan tanpa ikhtiar, tetapi karena dia memiliki optimisme dan semangat kerja yang tinggi dilandasi keyakinan bahwa Tuhan pasti tidak melupakan nasib hambaNya yang sungguh sungguh taat kepadaNya.
Islam sangat membenci sikap statis dan malas yang melahirkan berbagai kelemahan, keterpurukan dan keterbelakangan. Dalam banyak kesempatan Rasulluloh selalu memberi contoh dan memotivasi ummatnya agar memiliki semangat hidup yang tinggi. Ketika menghadapi berbagai kesulitan, Rasul selalu tampil tegar dan menjadi inspirator serta motivator bagi para sahabat untuk mengatasi kesulitan,
Misalnya ketika sahabat mengalami kesulitan saat menggali parit dalam perang Khandaq, maka beliau segera mengatasi kesulitan sahabatnya dengan turun sendiri menggali bagian tanah yang sangat keras tersebut. Di kesempatan lain, pada saat ada seorang pengemis yang datang, beliau menyuruh orang tersebut pulang dan mengambil tali, kemudian ke hutan untuk mencari kayu baker dan menjualnya di pasar. Kedua contoh terakhir ini menggambarkan bagaimana keteladanan Rasullulah dalam memotivasi ummatnya agar menjauhi kemalasan dan keputus asa’an.
Dengan memperhatikan beberapa uraian singkat tadi, dapatlah difahami bahwa islam ini memang mengajarkan ummat nya agar selalu dinamik dan progresif, baik dalam berfikir, bersikap maupun beraktifitas.(Dari Aan Iskandar)

Tidak ada komentar: